"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,dan janganlah kamu bercerai-berai,dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kau dahulu (masa jahiliyah) bermusuha-musuhan,maka Allah akan mempersatukan hatimu,lalu menjadilah kamu karena nikmat allah orang-orang yang bersaudara,dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,lalu allah menyelamatkan kamu dari padanya.demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,agar kamu mendapat petunjuk" (Qs.3:103)

Kamis, April 09, 2009

Psikoterapi Eksperensial

Menurut psikoterapi eksitensial, seorang meniciptakan dan mengubah dirinya dalam kehidupan sekarang ini. Masa lalu seseorang dan “perlengkapan internal”-nya tidak sepenuhnya menentukan hidupnya. Manusia bukanlah mesin yang hanya bekerja karena kebutuhan yang metematis. Dalam terapi, relasi yang dihidupkan oleh dua orang melampaui struktur-struktur. Pribadi-pribadi (person) merupakan eksistensi dan bukanlah definisi-definisi. Kecemasan bukanlah penyakit melainkan kemungkinan-kemungkinan hidup yang dihindari. Solusi-solusi tidak terletak dimasa lalu, tidak pula didalam diri seseorang, melainkan terletak dalam hidup yang secara radikal terbuka bagi pilihan-pilihan.
Psikoterapi eksperensial berkaitan erat dengan pengalamn konkret yang segera. Kindera seseorang terhadap pengalaman segera bukanlah emosi, perkataan, gerakan-gerakan otot, melainkan perasaan langsung terhadap kompleksitas situasi-situasi dan kesulitan-kesulitan tersebut.

A. Sejarah
Kirkegaard, Dilthey, Husserl, Heidegger, Sartre dan Merleau Ponty merupakan filsuf-filsuf eksistensialisme.
Dilthey (1833-1911). Wilhem Dilthey (1961) memberontak pandangan manusia dalam ilmu-ilmu pengetahuan matematis diakhir abad ke-19. dia meyakini bahwa proses kehidupan itu sendiri sangat terorganisasi dan bahwa logika hanya memperoleh dan menggunakan beberpa pola yang mengatur kehidupan itusendiri. Jadi, ilmu pengetahuan berasal dari kehidupan dan tidak bisa mengklaim untuk menjelaskan serta mereduksi kehidupan menjadi beberpa pola kecil yang dipergunakannya.
Edmund Husserl (1859-1938) kemudian mencoba mengantar pikiran berbasis baru dengan meenolak teori-teori dan spekulasi-spekulasi, serta membiarkan konsep-konsep muncul langsung dari penglaman yang sebenarnya dari orang itu. Dalam suatu basis eksperiensial penegasan-penegasan akan bermunculan langsung dari pengalaman, dari pengalaman, dan semua orang harus bisa mengeceknya dengan pengalaman mereka sendiri. Cara mendasarkan pikiran ini, oleh Husserl disebutkan “fenemologi”.
Martin Heidegger (lahir 1889; 1960-1967) memulai filsafatnya dengan fakta bahwa apa pun yang dialami seseorang pasti dalam suatu konteks, dalam suatu dunia. Orang-orang selalu “terlempar” ke dalam situasi waktu mereka mulai berpikir. Menurutnya pengalaman itu “pada dasarnya bersifat historis” yaitu, hidup dengan situasi-situasi dan pengalaman yang terbentuk secara kultural, mempunyai suatu latar belakang yang panjang, meliputi pikiran, pembicaraan dan karya generasi-generasi masa lalu. Karena itu, seseorang tidak hanya membuat sesuatu yang dikehandaki dari situasi atau pengalaman apa pun, meskipun tidak ada manusia hidup yang tertutup.
Buber (1878-1965). Martin Buber (1948), dengan cara yang sama menekankan proses relasi konkret, yang berbeda dengan mengetahui sesuatu.
Jean-Paul Sarter ( Lahir 1905; 1956), menamakan proses kehidupan, yang tidak bisa direduksi dengan definisi-definisi logis, sebagai “eksistensi”. Dia membandingkan eksistensi dengan “esensi”, kata filsafat klasik yang beraryi definisi. “Eksistensi menadului esensi”, adalah sebuah slogan eksistensialis yang berarti bahwa manusia-manusia itu menciptkan definisi-definisi, dan karena itu tidak pernah bisa direduksi menjadi definisi belaka. Sartre menulis tentang manusia-manusia senantiasa sebagai being (ada) adan non-being (tiada), definisi atau tipe person atau klasifikasi apa pun. Tak seorang pun hanya sebagai seorang pelayan atau seorang homoseks atau apa pun keadaan bertimbang dari hidup manusia. Meskipun demikian, titik persoalannya bukanlah dalam definisi terdapat perubahan yang konstan, tetapi menciptakan keadaan berimbang yang kokoh.
Merleau-Ponty (1908-1961) berpendapat bahwa tubuh yang hidup mempunyai karakteristik-karakteristik yang oleh para filsuf kuno dikaitkan dengan pengalaman dan eksistensi. Tubuh dipahami tidak saja dengan cara yang dipahami oleh pdikolog, melainkan juga yang secara fungsional menganai “maksud” peristiwa-peristiwa eksternal yang berhubungan, meskipun secara fungsional belumlah persisi. Sekali lagi apa yang diingat secara luas dari karya Merleau-Ponty adalah penegasan negatif, pengalaman adalah “samar”, ambigu, yang belum persis seperti konsep-konsep ilmiah.
Sebagai metode terapi, psikoterapi eksperiensial harus menyebutkan Whitaker, Warkentin dan Malone sebagai perintis-perintisnya, demikian juga Otto Rank, Jesse Taft, Frederick Allen, Carl Ransom Rogers.

B. Permulaan dan Perkembangan
L. Binswanger (1958;1967) mengembangkan Daseinsanalyse, yang bisa diterjemahkan sebagai analisa eksistensial, atau analisa tentang kondisi manusiawi seseorang. Menurut kemunculannya dari diskusi Heidegger tentang kasih sayang, kematian, pilihan, rasa bersalah, maka penekanannya adalah untu “berpegang teguh pada apa yang bersifat manusia.”
Medard Boss (1963) menggiring analisa eksistensial lebih jauh dan mengartikulasikan pola-pola malfunsi interpersonal yang spesifik, sekali lagi dengan suatu penekanan terhadap psikoterapi interpersonal.
Rollo May (May et al., 1958;1967) adalah pendiri psikoterapi eksistensial di Amerika Serikat. Dengan menekankan kemungkinan –kemungkinan seseorang bertemu langsung dengan kehidupannya sendiri, dan tantangan-tantangan yang tersembunyi di dalam apa, yang mula-mula, tampak sebagai kecemasan, May dengan berani menegaskan kembali kebebasan pribadi manusia dihadapan faktor-fkator determinis palsu yang tampaknya memaksa seseorang untuk menarik diri, serta menjauhi kehidupan.
Filsafat eksperiensial (Gendlin, 1962;1969) bermula dimana filsuf-filsuf eksistensialis telah berangkat, yakni dengan problem bagaiman simbol-simbol (pikiran-pikiran, pembicaraan, simbol-simbol lain) dihubungkan dengan, atau didasarkan pada proses mengalami yang konkret (concrete experiencing). Gendlin mengembangkan suatu sistem filsafat tentang relasi-relasi antara perasaan dan pikiran.
Bagi psikoterapi, sangatlah penting untuk menjelaskan bagaimana seseorang mengenal otentitas, dan bagaimana memunculkannya kedalam diri sendiri dan diri sendiri lain. Jika pikran dan tindakan yang otentik adalah “pembinaan”, sehingga apa yang dikatakan dan dilakukan tidak sepenuhnya dibentuk sebelumnya dalam pengalaman, lalu bagaimana orang bisa mengetahui sesuatu yang otentik, sesuatu yang “berdasarkan” pengalaman? Bagaimanan yang orang bisa membedakan pengalaman dengan pengungkapan? Jenis pembinaan lebih lanjut mana yang berdasarkan pengalaman, dan mana yang tidak otentik.
Metode pemikiran eksperiensial membiarkan orang memperoleh kekuatan yang melambangkan gaya-pegas, namun kembali lagi pada “makna eksperiensial yang terasakan” yang hendak diungkapkan seseorang. Seseorang tidak melepaskan pengalaman seolah-olah suatu konseptualisasi bisa menggantikannya. Memberi simbol, dalam pandangan ini, tidak memberikan suatu gambaran representasioanal tentang apa yang dialami, melainkan ia sendiri merupakan pengalaman lanjutan. Terdapat jenis-jenis simbolisme yang bisa dibedakan.teori perubahan kepribadian dari Gendlin (1964), yang sebagian akan diperkenalkan belakangan, secara langsung berasal dari filsafat eksperiensial (Gendlin, 1962) dan berhubungan dengan langkah-langkah proses psikoterapi berikut ini: memberikan fokus pada arti yang langsung terasakan; membiarkan langkah-langkah perasaan dan kata-kata munsul darinya; dan “pergeseran eksperiensial” berikutnya dalam situasi konkret secara langsung mengacu pada arti yang terasakan. Interaksi terapis dengan klien, baik verbal maupun non-verbal juga dipandang sebagai meneruskan pengalaman klien., dan dalam pengertian itu memberi simbol lebih lanjut padanya.

C. Status Psikoterapi Eksperiensial
Sekarang psikoterapi eksperiensial meliputi terapis yang berpikir dalam istilah-istilah eksperiensial, dan juga yang lain yang berpikir dalam kosa kata-kosa kata teoritis yang berbeda. Bukan kosa kata, melainkan cara yang dipergunakan, yang bisa menyatukan terapis-terapis eksperiensial. Terapis menamakan dirinya “eksperiensil” jika perhatian tertuju pada yang konkret, yang hidup dan merasakan langkah-langkah pasien. Kata-kata hanyalah merupakan alat untuk langkah-langkah ini.
Jadi, terapis eksperiensial menggunakan teori dan pikiran-pikiran guna menunjukkan pada apa yang hidup, yang konkret dan kemudian benar-benar terasakan, daripada memahami pasien dengan konsep-konsep dan kemudian berusa nbekerja denga monsep-konsep itu. Karena metode ini memungkinkan seseorang mempergunakan kosa kata teoritisme tertentu, maka terapis-terapis eksperiensial berbicara dalam banyak cara yang berbeda, dan berbagai metode bersama-sama, daripada menggunakan cara bertutur tertentu, karena itu, gerakan itu luas dan didalamnya terdapat garis-garis pemisah bagian yang tidak tajam.
Tidak semua terapis menggeser arah gerakan eksperensial dari apa ke abagaiman-hingga metode ini tidak tergantung pada kandungan teori yang lebih terdahulu yang dipilih seseorang, juga tidak tergantung pada apakah seseorang menggunakan kata-kata, kiasan tubuh atau tekhnik-tekhnik interaksional, atau bahkan semuanya, melainkan tergantung pada bagaimana seseorang menggunakan ini. Jadi, karena pendekatan eksperiensial ini sedang tumbuh, tidak semua terapis eksperiensil mengadopsi filsfat eksperiensial dasar, dan tidak semua mereka secara artikulatif menyadari metode eksperiensial.

D. Teori
Terdapat empat konsep dasar yaitu:
1. eksistensi adalah prakonseptual adapat dibedakan secara internal dan dapat dirasakan oleh tubuh
2. interaksi
3. otentisitas adalah suatau proses pemindahan ke masa kini, bukan masa kini muri melainkan masa lalu yang dipindahkan yang digambarkan oleh masa depan
4. nilai; proses mengalami telah eksis yang bernilai sangat penting yang bertujuan, ia bersifat lokal.
Mengalami. Konsep dasar pertama adalah mengalami.
Eksistensi adalah yang dapat dirasakan oleh tubuh, tetapi harus lebih jelas lagi tentang aspek apa dari tubuh yang dimaksudkan, dan dalam pengertian yang bagaimana penggunakan istilah “yang dapat dirasakan”
Konsep dasar kedua adalah bahwa proses mengalami itu bersifat interaksional.
Interaksi (pertemua. Sebagaimana para eksisitensialis menyatakannya, manusia adalah being-in-the-world (berada-dalam-dunia). Tanda-tanda penghubung menunjukkan bahwa satu makhluk(one being), satu peristiwa (one event) baik itu sang pribadi maupun situasi-situasi atau lingkungan-lingkungan dan alam semesta dimana seseorang hidup. Umat manusia mengalami masalah dan kesulitan dalam dunia dan dalam berinteraksi dengan manusia lain. Apa yang dirasakan oleh seorang individu bukanlah “substansi dari dalam diri”, tapi merupakan sentience (perasaan dan pengetahuan bahwa anda eksis) tentang apa yang sedang terjadi dalam kehidupan seseorang diluar diri.
Carrying Forward (Authenticity). Otentisitas adalah proses yang dipindahkan (carried forward) kemasa sekarang. Konsep-konsep dasar yang telah dibahas sejauh ini mengimplikasikan adanya kesatuan pschy dan tubuh, sebagaimana halnya kesatuan sang pribadi dengan lingkungan (atau dunia, atau situasi-situasi). Kesatuan ketiga adalah kesatuan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Seorang pribadi eksis dalam perasaan-perasaan tubuh, dalam situasi-situasi bersama dengan orang-orang lain, dan dalam masa lalu serta masa depan.
• Teori kepribadian
Teori eksperiensial berpendirian kepribadian itu bersifat jasmaniah dan psikis. Jasmani dan rohani adalah satu sistem yang berkembang dalam interaksi dengan orang lain. Bayi-bayi manusia lahir dengan satu otak dimana yang setengah lebih besar dari yang lain, setengahnya berfungsi dalam perkataan . struktur jasmani anak pada saat lahir mengimplikasikan bahwa suatu bahasa akan dipelajari dan suara-suara menggumam sebelum belajar bahasa. Namun, begitu bahasa apa yang dipelajari tergantung pada komunitas dimana anak itu dilahirkan. Juga, bayi akan mempunyai beberapa jenis perkembangan seksual, dengan banyak variasi pola-pola besar mana yang berkembang berdasarkan budaya tertentu. Dan sesungguhnya, pola-pola budaya ini merupakan perkembangan-perkembangan yang bersifat jasmaniah.
Karena itu, ia bukan seolah-olah makna-makna dan nilai-nilai budaya dipaksakan oleh masyarakat pada seorang individu. Seseorang tumbuh berkembang dewasa diluar suatu konteks yang sudah bersifat fisik dan sosial.
Seorang pribadi pada dasarnya bersifat jasmaniah, sosial dan psikologis, ia bukan hanya bersifat jasmaniah saja, atau sosial saja atau psikologis saja, tetapti ia mengalami tiga unsur tersebut secara serentak dalam setiap momen dan dalam setiap proses mengalami. Fisiologi, sosiologi, dan psikologi merupakan “tingkatan-tingkatan analisis” yang berbeda tetapi merupakan suatu kesalahan untuk memperlakukan ketiga unsur tersebut secara terpisah. Sikap seperti ini menciptakan suasana terbelah yang didasarkan pada “ology”.
Teori eksperiensial menganut pendirian bahwa alam sadar adalah sang tubuh. Banyak aspek, hanya beberapa diantaranya yang dapat dieksperesikan secara berbeda pada satu waktu, secara implisit dalam proses mengalami secara jasmaniah. Melalui pengutamaan, mereka membentuk pembicaraan dan tingkah laku yang given. Ketika orang-orang berekspresi secara berbeda dalam meretrospeksi satu atau lain dari banyak aspek yang membentuk suatu pembicaraan atau tingkah laku, maka satu aspek tersebut dinyatakan dalam keadaan “tidak sadar”.
Seseorang menjalani kehidupan masa kini dengan bersandar pada masa lalunya. Oleh karena itu, para pasien dalam psikoterapi biasanya mendapati bahwa baik masa kanak-kanak mereka maupun masa kehidupan mereka sekarang keduanya mempunyai andil dalam situasi sekarang yang given.
• Teori Prikoterapi
Karakter psikoterapi akan didiskusikan dibawah 5judul besar:
1. standar berpikir dari kerja terapi
2. bekerja secara implisit
3. hirarki fdari langkah-langkah eksperensial
4. cara berproses
5. kandungan-kandungan yang berasalah dari proses
Mengalami adalah sebuah proses interaksi, ada bersama oranglain dan ada-dalam lingkungan. Namun, lingkungan yang dimaksud tidak hanya satu jenis saja. Obyektifitas terhadap seorang pribadi dapat berupa lingkungan yang sedang berinteraksi. Dengan demian, tubuh itu sendiri adalah sebuah lingkungan bagi sel-sel dan organ-organ dalam tubuh. Tingkah laku berlangsung dalam lingkungan fisik dan situasional.
Terapi ekperensial utamanya menangani orang yang mengalami apa yang dapat dirasakan secara jasmaniah, yang secara implisit merupakan proses yang kompleks yang kurang tepat didefinisikan dalam kata, tindakan, interaksi atau tubuh fisiologis, tetapi secara implisit melibatkan semua ini.
Apa karekter yang membedakan pendekatan eksperensial terhadap psikoterapi adalah bahwa apa yang bersifat jasmaniah, tingkah laku dan prosedur-psosedur interaksionalo akan dilangsungkan dengan acuan konstan terhadap proses mengalami seorang pribadi. Pertama kali, ia harus dirasakan secara konkret dan kemudian diartikulasikan dalam kata-kata dan tindakan-tindakan lebih lanjut. Jika memeang menjadi point acuan konstan, tingkat-tingkat lain dapat digunakan secara efektif dan tanpa adanya proses dehumanisasi atau mekanisasi palsu.

Proses psikoterapi
Terdapat beberapa cara bekerja yang berkaitan dengan kehadiran langsung, proses mengalami yang segera dari seorang pribadi;
Pertemua rasional. Kehidupan seorang pribadi adalah berarti juga kehidupan dalam kehidupan dengan, tidak kurang sedikitpun dengan terapis dalam situasi ini dibandingkan dengan semua situasi oranglain yang dipunyai oleh orang ini. Momen yang berlangsung terdiri dari keduanya. Bagaimana seorang terapis eksperensial hendak merangkuh kejadian yang segera bersama kliennya dan kemudian menanganinya?
1. terapis harus mencermati bukan hanya pada kata-kata kliennya tetapi juga pada bagaimana mereka mengatakannya, dan pada bagaimana kehidupan kliennya pada momen dia menyatakan hal ini. Hal ini berarti mengobesrvasi wajah, tubuh, suara gestur dari klien dan membawa klien ke tataran yang lebih luas dari sekedar verbal.
2. ketika terapis harus mengkonfrontasikan perasaan, reaksi, rasa takut peristiwa-peristiwa yang menimbulkan perasaan cemas dan tidak nyman, menghindar dari situasi yang membosankan, kemarahan, ketidaksabaran-semuanya dirasakan secara focal, dan seseorang harus mengerti apa dan bagimana hal itu berkaitan dengan interaksi saat sekarang denga klien.
Pemfokuskan: akses ke eksistensi. Cara utama kedua untuk memperoleh kehidupan kehidupan yang mengalir secara konkret, yang melampaui kata-kata, adalah untuk membantu klien agar memperhatikan lebih dalam situasi prakonsepnya, yaitu hanya dapat dirasakan secara inderawi. Hal ini tidak dilakukan dengan hanya melancarkan pertanyaan-pertanyaan kedalam benaknya. Ini dilakukan dengan cara memfokuskan diri pada apa yang secara jasmaniah dapat dirasakan secara konkret tentang apa saja yang diucapkan atau diupayakan.
Tanggung jawab. Sebaliknya, terapis berpendirian bahwa pasien harus bertangungjawab atas perasaan-perasaan dan evaluasi-evaluasinya.

Mekanisme Psikoterapi
Pertanyaan teoritis mendasar adalah bagaimana dan mengapa psikoterapi mengubah seseorang. Para eksistensialis mengatakan bahwa seorang psibadi adalah tercipta dari pengalaman kehidupan yang dilakukan oleh orang tersebut, karena alasan inilah seorang pribadi berubah hanya melalui mengalami kehidupan secara berbeda dan agar lebih menghayati kehidupan
Pertanyaan tentang perubahan akan terjawab jika seseorang mengakui proses psikoterapi itu sendiri secara eksak bahwa kehidupan selanjutnya juga akan membuat seseorang berbeda. Mekanisme psikoterapi adalah cara-cara dalam mana, disebabkan oleh terapis, kehidupan pasien menjadi berbeda dengan segera. Ini ditimbulkan oleh pembuatan proses terapi secara eksperiensial menjadi otentik.

Kesimpulan

Psikoterapi eksistensial menganggap diri-pribadi sebagai “eksistensi” yang selalu melintasi batas-batas definisi-definisi dan konsep-konsep. Bagi pendekatan eksperientansial, diri-pribadi mempunyai ekses langsung ke arah eksistensi melalui proses langsung dari pengalaman yang sedang terjadi. Proses ini bernilai dan secara implisit memproyeksikan langkah-langkah masa depan. Mungkin langkah-langkah tersebut masih belum jelas sehingga membutuhkan keberadaan kreasi baru dalam pembicaraan atau tindakan. Namun demikian, syarat-syarat mereka secara implisit terfokus dengan baik dalam perasaan. Ketika seseorang memperoleh langkah-langkah pembicaraan atau tindakan, mereka menghasilkan perubhana, bukan hanya sekedar perubahan-yaitu perubahan yang secara implisit telah terproyeksikan, walaupun belum sepenuhnya terbentu. Beberapa gerak adalah “otentik” dan kontinuitas perubahan yang dirasakan menghasilkan, diketahui berbeda dari perbuhan-perubahan kasar dan imposisi-imposisi.
Seseorang itu menjasmani, berbudaya serta individualis yang menciptakan dirinya sendiri. Jadi, prosedur-prosedur terapi yang bersifat jasmani dan behavioral, sama baiknya dengan metode-metode interaksional verbal dan perasaan dapat digunakan bersama-sama sebagai organisme tunggal yang secara otentik dapat diteruskan pada “bidang-bidang” ini. Variasi kosakata teoritis dapat digunakan. Namun, tidak ada satupun dari prosedur-prosedur dan teori-teori ini mampu menangkap secara utuh karakter manusia-dan semua itu dapat digunakan secara efektif hanya jika momentum demi momentum yang dirasakan dalam individu yang mengalami, membuat kehadiran yang sesungguhnya sebagai pos penjagaan dan tempat berlabuh bagi kata-kata dan prosedur-prosedur. Untuk melangkah ke arah ini, maka terapis harus mengaktifkan semua inderanya, bersikap kritis, mengartikualsikan, serta merespons pada pengalaman yang sedang berlangsung yang dirasakan oleh pasien setiap saat, sehingga momen-momen tersebut akan menjadi pertemuan genuine antara mereka, dan apapun yang dikatakan dan yang diperbuat akan membenuk proses otentik berdasarkan pengalaman. Hal ini mengharuskan terapis untuk mengartikulasikan dan mengekspresikan secara terbuka apa yang sedang berlangsung dalam diri terapis. Jika hal ini dilakukan, sangat mungkin terapis dapat menangkap pengalamn langsung secara lebih dini dan lebih utuh daripada hanya sekedar mengandalkan tingkahlaku sang pasien saja.
Aspek eksperiensial dari psikoterapi merangkum dan melampauin batas-batas metode-metode dan prosedur-prosedur sebelumnya, serta dapat menggunakan mereka semua bahkan lebih memerincikan dasar pijak pengalaman mereka. Metode-metode jasmaniah seperti Yoga, kemoterapi, kerja otot Reich-ian serta terapi tingkah laku yang diterapkan, semua dapat digunakan. Oleh karena itu, metode eksperensial siap memodifikasikan semua pendekatan lain kedalam psikoterapi agar tercipta keadaan yang lebih manusiawi dan lebih efektif menggunakan berbagai ragam aspek khusus dari metode-metode yang sedang bersaing. Hasil-hasil penelitian juga melahirkan pandangan baru bahwa metode eksperensial edentik dengan proses mengalami yang sangat otentik selama terapi, dan bukan aspek lain tentang apa yang diucapkan atau dikerjakan oleh pasien dan terapis yang memprediksikan keberhasilan.
Penekanan eksistensial pada kemampuan persoanal untuk berubah hanya melalui proses hidup otentik yang baru dan diperbarui membutuhkan psikoterapi itu proses kehidupan itu sendiri. Hal ini sangat dimungkinkan dalam suatu komunitas yang berorientasi hubungan-hubungan otentik daripada hanya sekedar hubungan antara satu terpis dengan pasien sendirian. Dengan cara tersebut, struktur profesional lama yang artifisial dapat dimodifikasi atau di eliminir. Tren terbaru terhadap jaringan-jaringan pemuda-pemudi, kelompok-kelompok pertemuan,dll dan gaya hidup baru dapat meraih keberhasilan yang lebih besar jika dilakukan pertemuan eksperensial yang otentik dalam suasana kehidupan riil yang bertanggungjawab diantara para warga masyarakat. Dalam konteks psikoterapi, ia akan mengubah total pola hubungan dokter medis-pasien, sehingga terciptalah kehidupan. Kebudayaaan secara kesluruhan, dapat berubah bukan hanya masalah perseorangan saja.

*sumber: Psikologi Dewasa ini

Tidak ada komentar: